Aktifitas Hok Gie di Organisasi Mahasiswa Luar Kampus
Tahun 1962 Hok Gie bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) organisasi binaan Partai Sosialis Indonesia pimpinan Sutan Syahrir. Ketertarikan Hok Gie pada Gemsos terutama karena keberanian mereka untuk menentang rezim Soekarno. Di Gemsos Hok Gie bertugas untuk mengatur diskusi-diskusi yang bertujuan menanamkan sikap heroik di kalangan pemuda-pemudi Indonesia.
Diskusi tentang kebebasan pers, juga diskusi tentang upaya membangkitkan lagi kehidupan intelektual di kalangan masyarakat Indonesia.Â

Hok Gie ikut pula bergabung dengan Gerakan Pembaruan yang masih berafiliasi dengan GMS dan PSI, namun bersifat lebih progresif. GP berada dibawah asuhan Sumitro Djojohadikusumo yang saat itu menjalani pengasingan oleh pemerintah Soekarno di Belanda. GP memiliki tujuan untuk melakukan perubahan bagi bangsa yang tertindas oleh bangsanya sendiri lewat Soekarno yang menerapkan demokrasi terpimpin. Hok Gie banyak menyebarkan selebaran secara sembunyi-sembunyi yang berisi kritik-kritik terhadap sikap otoriter Soekarno.
Hok Gie memiliki tugas khusus di GP. Sifat gerakan GP yang radikal dan membuat GP menyebarkan paham dan pemikirannya secara diam-diam. Cara-cara infiltrasi terhadap golongan tertentu dilakukan dengan tujuan mencari sosok-sosok yang memiliki jalan pemikiran yang sejalan dengan GP, kemudian menariknya masuk dalam organisasi. Infiltrasi dilakukan terhadap berbagai lapisan masyarakat, mulai dari intelektual, buruh, pegawai, hingga kalangan rakyat biasa. Hok Gie sendiri fokus menyebarkan pemikiran dan gagasan GP di kalangan cendikiawan dan intelektual.

Aktivitas Hok Gie di GMS maupun GP berangsur surut karena semakin politisnya sifat organisasi tersebut pasca pergantian kekuasaan dari orde lama ke orde baru. Setelah Sumitro menetap di Indonesia kemudian menjadi menteri perdagangan, Hok Gie justru menjauh dari GP. Oleh Hok Gie GP dirasakan tidak lagi menjadi kekuatan oposisi yang progresif mengupayakan perubahan seperti pada maksud awal didirikannya. Sebagian besar anggota GP termasuk Sumitro, oleh Hok Gie dianggap tidak lagi kritis dan telah menyia-nyiakan kepercayaan anggota lain. Hok Gie kemudian non aktif dari kegiatan-kegiatan GP.
Aktifitas Hok Gie di Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Soe Hok Gie mulai masuk dalam kegiatan organisasi mahasiswa di FS-UI tahun 1963. Bersama rekan-rekannya seperti Herman Lantang, A. Dahana, Hendro dan lainnya, Hok Gie mulai membangun kehidupan mahasiswa yang menarik, bebas dari intrik-intrik dan persaingan politik. Hok Gie dan rekan-rekannya dikenal sebagai golongan independen. Golongan ini konsisten menolak pengaruh organisasi ekstra universiter di jajaran senat mahasiswa maupun dewan mahasiswa. Golongan ini mengupayakan pengurus senat mahasiswa dan dewan mahasiswa yang bersih dari pengaruh organisasi ekstra universitas

Tahun 1967 Hok Gie terpilih menjadi ketua senat mahasiswa. Sosoknya sebagai mahasiswa senior yang populer dan menonjol dalam aksi demonstrasi mahasiswa tahun 1966 membuatnya dipilih mayoritas mahasiswa. Ketua senat merupakan posisi yang strategis, kewenangan mengatur kegiatan mahasiswa ada dalam wewenang ketua senat. Sebagai ketua senat mahasiswa, Hok Gie mengupayakan kegiatan mahasiswa yang bebas dari unsur organisasi ekstra. Hok Gie juga mengupayakan peningkatan kualitas akademik fakultas sastra, terutama dari segi kualitas pengajar.
Sikap Hok Gie yang keras kerap menemui hambatan yang besar dalam tugasnya sebagai ketua senat mahasiswa. Terlebih dengan kondisi politik mahasiswa pada masa itu yang sangat dinamis. Sikap Hok Gie yang menolak bentuk campur tangan organisasi ekstra dalam aktivitas mahasiswa mendapat perlawanan. Mahasiswa-mahasiswa yang memiliki keterkaitan dengan organisasi ekstra jelas tidak setuju dengan sikap Hok Gie. Dalam beberapa kesempatan ia mengatakan bahwa semakin sedikit orang yang bisa memahami jalan pikirannya.
Soe Hok Gie dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia
Hok Gie turut membidani lahirnya Mapala Prajna Paramitha yang merupakan Mapala Fakultas Sastra. Bersama Herman Lantang, keduanya menjadi pioner dalam kegiatan di alam bebas bagi mahasiwa Fakultas Sastra. Dalam perkembangannya, Mapala Prajna Paramitha bergabung dengan klub/kelompok kegiatan alam dari fakultas lain yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Mapala UI. Mapala UI konsisten menjaga independensi dengan menolak segala pengaruh dari organisasi ekstra universitas.

Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa-mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seorang dapat menjadi patriot yang baik.