Dwikora: Kisah Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963-1966)

Dwikora, upaya ganyang Malaysia
Daftar Isi Artikel

Di tengah proses pembangunan Proyek Mercusuar, di saat Indonesia lantang menyerukan sikap anti-kolonialisme dan imperialisme (Nekolim) melalui forum GANEFO, Presiden Soekarno menghadapi ancaman geopolitik yang dianggap paling serius: Pembentukan Negara Federasi Malaysia. Periode 1959 hingga 1966, yang ditandai oleh sistem Demokrasi Terpimpin, masa di mana politik luar negeri Indonesia tidak lagi sekadar diplomasi, melainkan sebuah pembuktian bahwa Indonesia adalah negara yang besar dan mampu menjadi pemimpin.

Pada masa ini, Soekarno, sebagai pemegang kekuasaan tunggal, mengarahkan kebijakan negara secara penuh untuk menunjukkan kekuatan dan eksistensi Indonesia di kancah global. Gagasan besar untuk membangun dunia yang baru (To Build the World A New) tidak hanya diwujudkan melalui kemegahan fisik Jakarta, tetapi juga melalui ketegasan sikap terhadap hegemoni kekuatan lama (OLDEFO).

Hubungan antara Indonesia dan Malaya, yang merdeka dari Inggris pada 31 Agustus 1957, awalnya terjalin baik sebagai negara serumpun yang bertetangga. Namun, kehangatan itu berubah menjadi hawa panas seiring munculnya rencana ambisius yang digagas oleh Perdana Menteri Malaya, Tuanku Abdul Rahman, untuk membentuk Persekutuan Malaysia. Rencana inilah yang menjadi pemicu utama konfrontasi Indonesia Malaysia.

Latar Belakang Ideologis Dwikora: Proyek Nekolim dan Kecurigaan Bersama

Untuk memahami Dwikora, kita harus kembali memahami pemikiran dan ideologi Soekarno. Soekarno memiliki pemikiran yang konsisten terhadap penolakan total terhadap segala bentuk penjajahan. Federasi Malaysia, di mata Jakarta, bukanlah murni inisiatif kemerdekaan, melainkan sebuah proyek Nekolim Inggris yang berupaya menjaga kepentingan kolonial di Asia Tenggara. Kemerdekaan yang diberikan Inggris sebelumnya, disinyalir bukan murni hendak memberi kehidupan yang lebih baik kepada rakyat Malaysia, tetapi hanya langkah politik saja.

Latar Belakang Dwikora: Gagasan di Balik Federasi Malaysia

Gagasan Federasi Malaysia lahir setelah Inggris dan Malaya berhasil melumpuhkan ancaman dari golongan komunis di Malaya pada awal kemerdekaan. Namun, di wilayah-wilayah yang masih diduduki Inggris seperti Brunei, Singapura, Sarawak, dan Sabah, golongan komunis terus melakukan perlawanan. Situaasi dunia yang masih terjadi Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, membuat segalah hal dikaitkan dengan persaingan ideologi komunis dan liberal. Termasuk di dalamnya adalah perkembangan komunisme di Malaysia.

Pemerintah Inggris melihat beberapa wilayah Malaya tidak sanggup mempertahankan wilayah-wilayah tersebut dalam jangka panjang. Oleh karena itu, melalui perjanjian pertahanan bersama dengan Malaya, rencana untuk mendirikan persekutuan yang lebih besar (Malaysia) diusung dengan dasar tujuan keselamatan, kemajuan ekonomi, dan kestabilan politik. Langkah ini merupakan upaya Inggris untuk memastikan bahwa setelah mereka pergi, wilayah tersebut tidak jatuh ke tangan komunis, sehingga stabilitas dan kepentingan mereka tetap terjaga.

Reaksi Keras dari Jakarta atas Federasi Malaysia

Bagi Indonesia, rencana pembentukan federasi Malaysia menuai penolakan keras. Soekarno melihat pembentukan federasi Malaysia sebagai upaya untuk:

  1. Mengancam Keamanan Indonesia: Federalisasi wilayah Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah) yang berbatasan langsung dengan Indonesia dianggap sebagai kehadiran pangkalan militer Inggris di halaman belakang Indonesia.
  2. Melawan Ideologi Anti-Kolonialisme: Indonesia percaya bahwa pembentukan Malaysia hanyalah taktik untuk mencegah negara-negara di wilayah tersebut benar-benar merdeka.

Sikap konfrontatif Indonesia ternyata didukung oleh basis perlawanan di dalam wilayah-wilayah yang akan bergabung ke federasi Malaysia. Kelompok pemberontak di Sabah, di bawah pimpinan Azahari dari Partai Rakyat, secara terbuka menentang gagasan ini. Bahkan Filipina juga menentang keras, mengajukan klaim atas wilayah Sabah dengan alasan bahwa daerah tersebut dulunya di bawah kesultanan Sulu.

Kegagalan Jalur Damai: Dari Maphilindo ke Pemutusan Hubungan

Sebelum konfrontasi militer pecah, Indonesia, Malaya, dan Filipina mencoba menyelesaikan masalah ini secara diplomatik melalui forum Maphilindo (Malaysia, Filipina, Indonesia). Pertemuan penting terjadi di Manila pada Juni-Juli 1963, yang menghasilkan Manila Accord. Pertemuan ketiga negara merupakan langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik.

Inti dari perjanjian ini adalah perlunya mengumpulkan opini rakyat di Sabah dan Sarawak mengenai keinginan mereka untuk bergabung dengan Federasi Malaysia, yang harus dilakukan di bawah pengawasan PBB. PBB kemudian membentuk United Nations Malaysia Mission (UNMM), badan yang bertugas untuk menengahi permasalahan pembentukan federasi Malaysia. Namun, Indonesia menuduh UNMM bekerja tidak netral dan buru-buru. Tanpa menunggu laporan akhir PBB, Malaysia secara resmi diproklamasikan pada 16 September 1963.

Keputusan sepihak ini dianggap Jakarta sebagai pengkhianatan dan pukulan telak terhadap diplomasi yang telah diupayakan sebelumnya. Hanya sehari setelah proklamasi itu, pada 17 September 1963, Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Dunia menyaksikan bagaimana persaudaraan serumpun berubah menjadi permusuhan sengit. Dari titik inilah, konflik Indonesia dan Malaysia masuk ke dalam fase yang lebih serius.

Deklarasi Dwikora: Proklamasi Ketegasan Bangsa

Pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia menjadi awal konflik Indonesia Malaysia. Indonesia tidak tinggal diam melihat apa yang dianggapnya sebagai intervensi terang-terangan dari kekuatan asing di kawasan Asia Tenggara. Yakni pengaruh Inggris di Malaysia. Sikap anti kolonialisme yang digaungkan Soekarno, diwujudkan dengan sikap keras atas proklamasi federasi Malaysia.

Pada tanggal 3 Mei 1964, dalam sebuah apel besar di Jakarta, Presiden Soekarno mengeluarkan komando yang bersejarah: Dwi Komando Rakyat atau yang lebih dikenal dengan Dwikora. Dengan suara menggelegar yang penuh amarah dan gelora nasionalisme, Soekarno memerintahkan:

  1. Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia!
  2. Bantu Perjuangan Revolusioner Rakyat-Rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei untuk Membubarkan Negara Boneka Malaysia!.

Dwikora adalah komando yang menjadi manifestasi politik bebas aktif yang militan. Ia bukan sekadar perintah militer, melainkan sebuah bukti nyata ketegasan, keberanian, dan nasionalisme bangsa Indonesia pada masa Orde Lama. Ia menandai sikap konsisten Soekarno terhadap konfrontasi dan penolakan kerasnya terhadap kolonialisme. Slogan yang menyertai perintah ini pun menjadi abadi: “Ganyang Malaysia!”.

Pembentukan Komando Siaga Dwikora

Untuk melaksanakan perintah Dwikora, Indonesia segera mengambil langkah militer dan politik. Pada 16 Mei 1964, dibentuklah Komando Siaga (Koga), yang kemudian diubah namanya menjadi Komando Mandala Siaga (KOLA), serupa dengan komando yang pernah dibentuk untuk membebaskan Irian Barat. Komando Mandala Siaga dalam Dwikora dipegang oleh Laksamana Madya Omar Dhani dari TNI AU. Sebagai wakil I ditunjuk Mayor Jendral Soeharto, dan Laksamana Muda Moeljadi sebagai wakil II.

Tugas KOGA/KOLA adalah mempersiapkan tenaga sukarelawan dan mengerahkan operasi militer. Tujuan utama komando ini adalah melancarkan operasi terhadap Malaysia yang meliputi wilayah Kalimantan Utara, Singapura, dan Semenanjung Malaya. KOLAGA membentuk pos-pos Komando Mandala Siaga di berbagai wilayah Kalimantan. Pos-pos ini berfungis sebagai pos pos efensif maupun defensif.

Ganyang Malaysia: Mobilisasi Rakyat dalam Dwikora dan Operasi Infiltrasi

Slogan “Ganyang Malaysia” dengan cepat membangkitkan gelora nasionalisme rakyat Indonesia. Konfrontasi ini segera berubah menjadi perang rakyat, didorong oleh semangat nasionalisme yang mengutamakan harga diri dan etika saling menghargai di antara negara serumpun.

gemini generated image mellramellramell

Pengerahan Tenaga Sukarelawan dalam Dwikora

Salah satu ciri khas Dwikora adalah mobilisasi besar-besaran tenaga sukarelawan. Puluhan ribu rakyat Indonesia, mulai dari pelajar, petani, hingga buruh, mendaftarkan diri untuk dilatih dan diterjunkan ke medan tempur. Unsur-unsur tersebut, sebagain besar memang memiliki afiliasi dengan partai Komunis. Dalam Dwikora sendiri, PKI memberi dukungan penuh kepada Soekarno, yakni ditandai dengan pengiriman relawan ke garis depan.

Masyarakat umum secara sukarela ingin dilatih militer, agar dapat berkontribusi dalam program Dwikora. Ironisnya, gerakan sukarelawan ini juga dilihat sebagai bagian dari strategi politik domestik. Kelompok-kelompok tertentu, seperti PKI, memanfaatkan momentum ini untuk menggalang massa dan meningkatkan pengaruh mereka di mata Soekarno, meskipun pada akhirnya ABRI (TNI) juga menerima gagasan pengerahan relawan ini.

Operasi Militer di Tengah Hutan Kalimantan

Medan pertempuran utama adalah hutan belantara di sepanjang perbatasan Kalimantan Utara (Sarawak dan Sabah). Operasi militer yang digencarkan meliputi:

Infiltrasi Udara dan Laut: Pasukan Indonesia, termasuk pasukan elit seperti RPKAD (sekarang Kopassus) dan KKO (sekarang Marinir), diterjunkan melalui udara dan laut untuk menyusup ke wilayah Malaysia.

Pangkalan Operasi: Pangkalan militer Indonesia tersebar di Kalimantan Utara, seperti Pangkalan Udara Pontianak dan Lapangan Terbang Sintang, dengan sasaran utama Lapangan Terbang Labuan, Jesselton, dan Tawau di wilayah Malaysia.

Pendaratan: Pasukan Indonesia berhasil melakukan pendaratan (infiltrasi) di wilayah Semenanjung Malaya, terutama di bagian selatan Johor, sekitar 20 mil di utara distrik Benut dan Pontian Kecil.

Dalam konteks militer, Indonesia berada dalam posisi sulit karena berhadapan dengan kekuatan gabungan Inggris, Selandia Baru, dan Australia, yang disebut negara-negara Blok Barat. Meskipun demikian, Soekarno tetap konsisten dengan kebijakan konfrontasinya. Keberanian ini dilatarbelakangi oleh perhitungan politik bahwa Indonesia akan mendapat bantuan dari Blok Komunis, khususnya Uni Soviet, sebagaimana yang terjadi saat Konfrontasi Irian Barat.

G30S, Peralihan Kekuasaan, dan Akhir Konfrontasi

Meskipun semangat nasionalisme membara dan operasi militer terus dilancarkan, Konfrontasi Indonesia-Malaysia pada akhirnya tidak berlangsung lama. Faktor internal menjadi penentu utama berakhirnya kebijakan Dwikora.

Titik Balik Sejarah: G30S/PKI

Konfrontasi mulai menunjukkan kegagalan dan ketidakstabilan politik dalam negeri Indonesia meningkat tajam. Puncaknya, pada 30 September 1965, meletuslah peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI).

Pemberontakan bersenjata ini mengguncang konstelaai politik Indonesia secara fundamental. Meletusnya G30S/PKI secara dramatis menyebabkan kegoncangan di bidang politik dalam negeri dan akhirnya memicu peralihan kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke Mayor Jenderal Soeharto (melalui Supersemar dan kemudian pengukuhan sebagai presiden). Perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde Baru ini secara otomatis mengubah haluan politik luar negeri Indonesia.

Normalisasi Hubungan dan Perjanjian Jakarta

Setelah kepemimpinan negara berpindah tangan pada tahun 1966, upaya-upaya untuk menormalisasikan hubungan antara Indonesia dan Malaysia pun dilakukan. Hal ini didorong oleh kebutuhan mendesak kedua negara untuk mencapai stabilitas politik dan ekonomi.

Pada tanggal 28 Mei 1966, pihak Malaysia dan Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik setelah mengadakan konferensi di Bangkok. Proses normalisasi ini akhirnya diresmikan melalui Perjanjian Jakarta pada 11 Agustus 1966, yang secara resmi menghentikan permusuhan dan memulihkan hubungan diplomatik.

Perjanjian Jakarta 1966, Indonesia Malaysia

Perjanjian Jakarta memuat beberapa poin penting, di antaranya:

  1. Rakyat Sabah dan Sarawak diberikan kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan mereka mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
  2. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.

Secara bertahap, normalisasi juga dilakukan dengan Singapura, yang sempat terpisah dari Federasi Malaysia. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Jakarta, berakhirlah episode paling konfrontatif dalam sejarah hubungan dua negara serumpun ini.

Registrasi dan Login

Untuk mengakses kursus secara penuh, registrasikan dirimu di sini!

Mulai Belajar di Tamansiswa.id